Okezone.com
BERMULA dari pendanda lawan atau kawan dalam peperangan, dasi menjelma menjadi kebutuhan. Ya, kaum eksekutif Ibu Kota memang tidak bisa dipisahkan dari dasi.
Bagi mereka, dasi adalah kebutuhan mutlak untuk menciptakan citra profesional dan berkuasa. Namun, bukan hanya pria, wanita pun gemar menggunakan dasi sebagai aksesori busana. "Ma, dasi papa yang biru mana?", biasanya ungkapan itu tercetus pada pagi hari saat suami hendak berangkat bekerja.
Tanpa dasi, penampilan seorang pria tampaknya tak lengkap. Terlebih bila pria tersebut bekerja di lingkungan perkantoran eksklusif. Penampilan yang rapi bagi kaum eksekutif Ibu Kota sekarang ini termasuk kemeja, jaket, dan tentu saja dasi.
Pada umumnya, dasi yang digunakan kebanyakan orang adalah dasi panjang. Namun, ternyata banyak juga bentuk-bentuk lain dari dasi. Selain dasi panjang, semua orang juga pasti pernah mendengar dan mengenakan dasi kupu-kupu. Nah, ada juga jenis lain dari dasi, yaitu bolo tie-yang biasa digunakan para koboi- serta ascot atau yang juga disebut cravat. Meskipun bentuknya berbeda, fungsinya tetap sama. Membuat penampilan seseorang menjadi semakin elegan.
Dasi memang biasanya digunakan kaum pria sebagai busana formal. Namun, wanita pun kini banyak yang menggunakan dasi sebagai aksesori busana. Sebelumnya, banyak perusahaan yang menetapkan penggunaan dasi bagi karyawannya, baik pria maupun wanita. Hal tersebut berkenaan dengan adanya argumentasi gender yang terjadi pada pekerja wanita. Namun, seiring berjalannya waktu, penggunaan dasi oleh wanita dianggap lumrah. Bahkan, wanita lebih kreatif menggunakan aksesori yang satu ini. Selain sebagai ikat pinggang, dasi pun bisa berguna sebagai pengganti bahan pembuat rok.
Madonna, diva pop dunia yang gemar tampil maskulin tak pernah lupa menyematkan dasi pada kemejanya. Begitu pula, penyanyi muda berbakat, Avril Lavigne. Dia bahkan pernah menebar tren gaya berpakaian funky dengan memadukan dasi bersama t-shirt dan celana jins.
Dasi bermula dari sebuah aksesori busana yang disebut cravat. Aksesori ini dipercaya berasal dari Kroasia pada abad ke-16. Dahulu, cravat digunakan sebagai "pelindung" kerah dari keringat. Namun, seiring perkembangan zaman, cravat yang kini berusia lebih dari 350 tahun itu beralih fungsi menjadi aksesori mode.
Chaille, pengarang buku "The Book of Ties" mengatakan, istilah cravat telah jauh digunakan sebelum abad ke-16. Menurut dia, istilah tersebut dipopulerkan oleh tentara-tentara Kroasia yang berperang pada tahun 1968. Dipimpin oleh Raja Louis XIV, para tentara itu berangkat dengan mengenakan secarik kain yang dililitkan di leher dan diperkuat oleh "knot" di dekat kerah baju. Hal tersebut dimaksudkan untuk membedakan dengan tentara lain.
Kemenangan para tentara tersebut ternyata membawa angin segar dalam dunia mode. Hingga akhirnya, pada pertengahan abad ke-19, Baron de L'Enpese memopulerkan dasi modern yang terinspirasi cravat tentara Kroasia. Di Inggris, cravat pun mendapat sambutan yang meriah dari para pelaku mode.
Charles II, pernah mengatakan, "Cravat adalah salah satu aksesori busana yang dapat digunakan setiap saat". Hal tersebut benar adanya karena masyarakat Inggris pada waktu itu gemar berbusana formal setiap saat.
Jas panjang dan kain bersimpul di leher adalah salah satu cara untuk tampil rapi sepanjang hari bagi para pria. Sementara kaum wanita menggunakan kain yang lebih feminin dengan motif floral yang sering disebut scarf.
New York kemudian mengadaptasi model dasi ini pada tahun 1926. Jesse Langsdorf adalah orang pertama yang memperkenalkan aksesori tersebut. Setelah Langsdorf, Ralph Lauren memopulerkan dasi ke dalam industri mode. Ia memulai kariernya dengan merancang dasi lebar.
Melihat kesempatan yang begitu besar, Armani pun tak ingin kalah unjuk gigi. Demi menyaingi Lauren, dia memadukan dasi dengan jas bergaya modern. Masyarakat pun semakin menyukai dasi. Dan sejak saat itu, citra dasi pun berubah. Dari seragam tentara menjadi aksesori mode nan elegan.
Lihat saja, pekerja kantoran masa kini akan terasa kurang pede (percaya diri) bila tidak mengenakan dasi. Membuat dasi menjadi gaya utama kaum eksekutif yang ingin memberikan kesan sukses dan berkuasa.
Anita, pramuniaga gerai Versace di Plaza Indonesia, mengatakan, "Pada umumnya, orang-orang membeli dasi sebagai penyeimbang penampilan secara keseluruhan". (sindo//tty)
|